“Bapaaak!” sahut seorang anak perempuan yang biasa disapa Yuli. Ia baru lulus SMP beberapa hari yang lalu. Saat ini, ia baru saja pulang dari pasar bersama Emaknya. Tak lama kemudian, Emak memanggil Bapak dan Yuli untuk segera masuk ke rumah.
Di dalam rumah, Emak menarik napas, kemudian memulai pembicaraan yang serius ini . Dengan perasaan yang agak berat, Emak mengatakan, “jadi yuli, nanti SMA, kamu akan kami masukkan ke pondok..” Yuli ingin menyela, namun Bapak berusaha mencegahnya, meskipun begitu, usaha bapak sia-sia. Yuli segera berdiri kemudian berkata “pokoknya Yuli gak mau masuk pondok!” katanya sambil kemudian berlari ke luar rumah. Emak dan Bapak memang sudah mengiranya dari awal, bahwa akan seperti ini pada akhirnya. 30 menit kemudian, Yuli kembali kerumah dengan wajah yang basah dan mata yang sembab. Emak awalnya khawatir ini akan menjadi rumit, tetapi Bapak tegas akan memasukkan anaknya, Yuli ke pondok.
Beberapa minggu kemudian …
Dengan terpaksa, Yuli melangkahkan kakinya ke dalam mobil butut milik Bapak sambil dibantu Abang, Emak, dan Bapak menaikkan barang-barangnya. Dengan menahan rasa kesal dan amarahnya, Yuli merutuk dalam hatinya ‘kenapa harus aku sih?, kenapa gak abang aja?’ padahal maksud Emak dan Bapak berbeda dengan prasangkanya.
Yuli, akhirnya masuk pondok berbasis bahasa dan kitab. Padahal, Yuli sama sekali tidak ada pegangan dari bahasa maupun kitab. sd dan smp nya hanya sekolah negeri, yang hanya belajar pelajaran umum di sekolah. Awal-awal, Yuli disambut dengan baik. Bahkan, ia sudah punya teman karib pada bulan keduanya di pondok.
Waktu berjalan dengan cepat. Beriringan dengan berbagai tingkah laku bandel dari Yuli. Sampai-sampai, kakak-kakak ospek di pondok itu sudah hafal siapa yang akan di hukumnya terutama ospek bagian bahasa dan kedisiplinan. Jika melanggar kakak kakak ospek sering berkata padanya “yuli, yuli, anti kaman anti Kaman ….”.
Setelah tiga bulan berada di pondok, salah satu kakak ospek mengumumkan di masjid, bahwa akan diadakannya penjengukan. Semua santri bergembira, kecuali Yuli. Ia masih marah dan kesal jika ingat Emak dan Bapaknya, dan Ia masih berfikir bahwa orangtuanya memasukkannya ke pondok di karenakan sudah tak mau lagi mengurusnya.
Hari penjengukan pun tiba…
Orangtua Yuli datang menjenguk, kakak ospek yang bertugas segera memanggil Yuli. Namun, Yuli tak ingin bertemu, ia masih marah dengan orangtuanya. Kakak ospek pun membantu membujuknya agar mau bertemu “ayolah yuli, sekali kali ini mak dan bapak mu datang. Kesanalah, mereka sudah datang jauh jauh masa kau tak mau bertemu” katanya membujuk Yuli. “tak maulah kak, mereka mau membuangku sebenarnya buat apalah jenguk jenguk itu” balas Yuli “hush… janganlah macam tu yuli…setidaknya temuilah abang kau Yuli kalau kau tak mau bertemu emak dan bapak kau” katanya lagi.
Akhirnya, Yuli pun menemui abangnya meski dengan rasa terpaksa. Setelah sedikit berbicara basa basi dengan abangnya. Abangnya menyuruh untuk bertemu dengan orangtuanya. Namun, Yuli tak mau. Abangnya pun menariknya, karena tahu bahwa orang tuanya akan sakit hati. Dan sekali lagi, Yuli kabur dari keadaan, tak mau bertemu dengan orangtuanya. Ia kabur ke gedung paling atas, Rooftop asrama.
Di lain tempat, orangtuanya pun pulang, karena tahu Yuli masih sakit hati atas keputusan mereka memasukkannya ke pondok. Sebenarnya, dalam hati Yuli, Ia ingin bertemu dan melepas rindu seperti teman temannya ketika dijenguk namun ia terlalu gengsi dan masih sakit hati atas keputusan orangtuanya .
1 bulan kemudian…
“Yuli, ustadzah Isti panggil kau di kantor asrama. Bissur’ah yaa ukhtii” kata salah satu teman kamarnya yang baru saja pulang dari kantor asrama. “na’aammm..” jawab Yuli malas. Ia pun bergegas siap siap menuju kantor asrama, dengan langkahnya yang super malas, ia pun menemui ustadzah isti.
Ustadzah isti berkata “yuli…sekarang kau siap-siap abangmu sudah menunggu itu di depan, kau pulang ya sekarang”. Awalnya, Yuli sedikit bingung ‘kenapa tiba tiba?’ tanyanya dalam hati. Tapi, akhirnya ia menjawab “na’am dzah”. Akhirnya, dengan perasaan yang masih kebingungan, ia membereskan sedikit barangnya, kemudian pergi ke gerbang pondok.
Benar saja, ada abangnya disana. Ia kemudian salim lalu naik ke dalam mobil. Yang membuat Yuli heran, ia tak pernah melihat abangnya semurung ini. Biasanya, abangnya sangat ceria apalagi jika bertemu dengannya. Yuli pun bertanya, “bang, tumben banget abang murung kenapa bang?” Tanyanya memulai suasana ceria dalam mobil . Namun, abangnya tak menjawab, hanya diam selama perjalanan.
Setelah 2 jam berlalu, Yuli dan abangnya pun sampai di rumah mereka. Saat datang, Yuli terheran heran, dikarenakan banyaknya bendera kuning di sekitar rumahnya. Ia mengira, neneknya telah meninggal dunia. Ketika ia masuk, datang perasaan campur aduk dalam hati dan dadanya. Rasa bersalah, terkejut, dan sedih bercampur aduk. Siapapun, pasti rasanya hancur melihat pemandangan ini. Yaa Allah.. Emak dan Bapak Yuli telah meninggal!.
Yuli hanya bisa terduduk diam, menangis. Ia merasa takdir ini selalu kejam baginya. Nenek, abang, dan seluruh sanak kerabat dan keluarga lari memeluknya. Yuli hancur sehancur-hancurnya. Bagaimana tidak? Ia melihat Emak dan Bapaknya terbaring lemah tanpa nyawa dengan luka luka pada kepala, wajah, dan hampir seluruh badan. Ternyata, Emak dan Bapaknya mengalami kecelakaan parah saat ingin pergi ke kantor pos untuk mengirim surat yang ditujukan kepadanya.
Yuli pun lari, memeluk keduanya bergantian. Sekarang, baju dan wajahnya penuh darah dari luka-luka Emak dan Bapaknya. Adegan yang menyayat hati semua orang disana. Yang lain berusaha menghentikan kejadian ini, karena Emak, dan Bapak Yuli akan segera dimandikan. Yuli masih menangis kencang. Setelah ia agak ditarik untuk menjauh dari jenazah Emak dan Bapaknya, ia mulai sedikit tenang, lalu pingsan, Abangnya, lalu mengangkat Yuli untuk dipindahkan ke kamarnya.
Sampai kedua jenazah selesai dimandikan, Yuli masih terbaring di kasurnya dalam keadaan tidak sadar. Tadinya, mau menunggu Yuli sampai bangun untuk mengubur Emak dan Bapaknya. Namun, Abang Yuli khawatir jika Yuli pingsan kembali jika melihat kedua orangtuanya. Akhirnya dikuburkanlah Emak dan Bapak Yuli, makam keduanya berdampingan.
Setelah selesai penguburan, dan orang-orang akan pulang, tiba-tiba, Yuli datang dalam keadaan menangis sambil berlari, kemudian berteriak “Emakk..! Bapakk….!” . Ia datang tanpa alas kaki setipis pun, Yuli kemudian terduduk disamping makam kedua orangtuanya, sambil menangis dan berteriak “emakk… bapak.. kenapa kalian tinggalkan aku mak.. pak.. kenapa..!, yaa Allah kenapa banyak banget ujian hidup aku yaa Allah… kenapa harus aku yang kayak gini yaa Allah..? kenapa bukan orang lain..?” lirihnya penuh kesedihan pengaduannya kepada Sang Maha Kuasa, Sang Pengatur takdir yang baik, maupun yang buruk.
Abang Yuli segera berusaha mendiamkan Yuli. Seraya berkata, dengan perkataan-perkataan yang meneguhkan hati sang Adik. “udah dek… kita semua ditinggal, kita semua sedih, ini takdir yang gak bisa kita ubah dengan seenaknya..,” katanya “kenapa gak adil bang..? kenapa cuma aku yang takdirnya buruk terus .. mana keadilan Allah untuk seluruh mausia bang…? Kenapa cuma aku…?” jawab Yuli masih sambil menangis. “Astaghfirullah dek… istighfar, keadilan Allah itu ada. Cuma kitanya yang gak tau letak keadilannya..”. jawab abangnya.
Setelah beberapa jam menangis disamping makam kedua orangtuanya, Yuli akhirnya mulai tenang. Ia sangat lemas setelah menangis. Apalagi, daritadi sepulang dari pondok ia belum makan apapun sama sekali. Akhirnya, Yuli pun pulang bersama abangnya.
Saat sampai di rumah, Yuli langsung masuk ke kamar orangtuanya. Ia rindu, abangnya hanya bisa melihat, ia tak mau mengganggu adiknya. Dikarenakan abang juga sudah lelah, ia masuk ke kamarnya kemudian tertidur.
Karena Yuli hanya di beri izin seminggu untuk pulang, mau tak mau, ia harus kembali ke pondok. Malam sebelum pulang, abangnya mengajak Yuli untuk mengobrol. “besok kan adek balik pondok, mau minta sesuatu gak?, buat dibawa kesana?” Tanya abangnya, membuka pembicaraan. Kemudian, Yuli berfikir sebentar, “Yuli mau bawa foto yang di kamar Emak Bapak, sama bunga mawar di ruang tamu yang sering di rawat Emak” kata Yuli. “itumah bawa aja, abangkan harus kerja, jadi bunga Emak gak ada yang ngerawat. Adek gak mau bawa yang lain?” tanya abang sekali lagi “enggak” jawab Yuli.
Esoknya, di pondok Yuli. “abang, Yuli pamit insyaa Allah kali ini Yuli bakal lebih bersungguh sugguh demi Emak sama Bapak”. Abang tak berkata apa-apa, hanya membalas dengan anggukan. Mulai hari ini, Yuli berniat akan melanjutkan perjuangan di pondok dengan lebih bersungguh sungguh.
Yuli kembali lagi, bertemu teman teman yang menyambutnya lebih baik lagi, karena tahu apa yang telah dihadapinya. Begitu pun dengan ustadzah dan kakak kakak ospek. Tapi kali ini, Yuli berjanji tidak akan main main lagi, demi Emak dan Bapak.Yuli berjuang lebih keras,Ia mengembangkan bakatnya di bahasa arab, nahwu, dan shorof.
Akhirnya, Yuli lulus sebagai lulusan terbaik dari pondoknya. Kemudian, diterima beasiswa di Al- azhar, Cairo, Mesir. Untuk melajutkan pendidikannya. Abangnya pun menjadi sangat bangga terhadap Yuli, adiknya. Ia berharap, seandainya ada Emak dan Bapak disini, pasti kedua orangtuanya itu sangat bangga terhadap adiknya. ‘terima kasih emak, bapak’. Kata Yuli dalam hati ketika dalam perjalanan ke mesir. Dan untuk teman teman sesama santri, bersungguh-sungguhlah, sebelum kalian harus merasakan penyesalan terbesar.
THE END~
Penulis: Syaqa Nurul Izzati (Santri Baitul Qur’an Subang)
Diterbitkan oleh: Jurnalistik Akhwat Baitul Qur’an Subang
Tinggalkan Komentar