Sebuah langkah progresif dari Pesantren Baitul Qur’an Subang dalam memadukan teknologi dengan pendidikan agama melalui penggunaan laptop dalam proses pembelajaran. Pesantren yang selama ini identik dengan pendidikan tradisional berbasis kitab kuning dan hafalan Al-Qur’an kini merangkul teknologi sebagai alat pendukung, tanpa mengorbankan nilai-nilai disiplin dan kesederhanaan yang menjadi ciri khasnya.
Dalam kesehariannya, santri diizinkan membawa laptop, namun penggunaannya diatur secara ketat. Laptop hanya boleh digunakan pada hari-hari tertentu yang telah ditentukan sesuai kebutuhan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi bukanlah kebutuhan primer di pesantren, melainkan alat pendukung yang digunakan secara bijak dan tepat sasaran. Setelah jam penggunaan berakhir, laptop dikumpulkan kembali kepada wali kelas masing-masing untuk menjaga keamanan dan menghindari penyalahgunaan.
Kebijakan ini memberikan jaminan kepada orang tua dan pihak pesantren bahwa laptop, yang berpotensi menimbulkan distraksi, tetap berada di bawah kontrol yang ketat. Sehingga, proses belajar tetap kondusif dan terfokus pada tujuan utama pendidikan di pesantren, yaitu memperdalam ilmu agama serta membina akhlak santri.
Langkah Pesantren Baitul Qur’an Subang dalam menggunakan laptop selaras dengan semangat Kurikulum Merdeka yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia. Kurikulum Merdeka memberi ruang bagi institusi pendidikan untuk lebih fleksibel dalam menyusun metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa, sekaligus mendorong mereka untuk lebih aktif, kreatif, dan inovatif.
Dalam konteks pesantren, Kurikulum Merdeka bisa diterjemahkan sebagai kebebasan dalam memilih metode pengajaran yang mendukung keunikan setiap santri. Santri yang membawa laptop hanya pada waktu tertentu adalah contoh konkret bagaimana pesantren ini menerapkan kebebasan yang terarah. Laptop tidak digunakan setiap saat, namun hanya ketika ada kebutuhan pembelajaran yang memang memerlukannya, seperti dalam pembelajaran bahasa asing, akses bahan bacaan digital, atau untuk mengasah keterampilan teknis.
Melalui pendekatan ini, pesantren berupaya memberikan kesempatan bagi santri untuk mengembangkan kemampuan literasi teknologi yang relevan di era digital, tanpa mengabaikan aspek spiritual dan moral yang menjadi pilar utama pendidikan pesantren. Kurikulum Merdeka menekankan bahwa setiap lembaga pendidikan memiliki hak untuk berinovasi, dan Pesantren Baitul Qur’an Subang telah memanfaatkan kebebasan ini dengan cara yang terarah dan terukur.
Salah satu tantangan utama bagi pesantren di era modern adalah bagaimana memadukan tradisi yang sudah mengakar dengan tuntutan zaman yang terus berubah. Pesantren Baitul Qur’an Subang menghadapi tantangan ini dengan adaptasi yang hati-hati namun inovatif. Teknologi, dalam hal ini laptop, dilihat bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai alat yang jika digunakan dengan benar, dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Keberanian pesantren untuk beradaptasi dengan teknologi modern juga menandakan keterbukaan institusi ini terhadap perubahan positif, sambil tetap menjaga jati diri dan nilai-nilai pesantren. Ini menjadi bukti bahwa modernitas dan tradisi tidak selalu harus berseberangan. Dalam Kurikulum Merdeka, pesantren ini berhasil menciptakan lingkungan pendidikan yang fleksibel namun tetap berpedoman pada prinsip-prinsip dasar keislaman yang kokoh.
Di tengah kemajuan teknologi yang pesat, kekhawatiran akan potensi penyalahgunaan perangkat seperti laptop tentu ada. Namun, dengan sistem pengawasan yang ketat di Pesantren Baitul Qur’an Subang, orang tua dapat merasa tenang. Setiap laptop yang dibawa santri akan dikumpulkan setelah jam pembelajaran selesai dan disimpan oleh wali kelas, yang juga memastikan bahwa perangkat tersebut digunakan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran, bukan untuk hiburan atau kegiatan lain yang tidak relevan.
Kesimpulan: Pendidikan Berbasis Nilai dan Keterampilan
Pesantren Baitul Qur’an Subang dengan kebijakan penggunaan laptop telah berhasil menunjukkan bahwa pendidikan agama dapat bersinergi dengan kemajuan teknologi tanpa meninggalkan esensi dari pendidikan pesantren itu sendiri. Di bawah kerangka Kurikulum Merdeka, pesantren ini memberikan ruang bagi santri untuk berkembang secara spiritual, intelektual, dan teknologis. Kebijakan ini tidak hanya mencerminkan kecerdasan dalam merespon perkembangan zaman, tetapi juga menciptakan lingkungan belajar yang seimbang antara tradisi dan modernitas.
Dengan demikian, Pesantren Baitul Qur’an Subang tidak hanya mendidik santri menjadi hafiz Al-Qur’an, tetapi juga individu yang siap menghadapi tantangan zaman dengan keterampilan yang lengkap, baik dari sisi agama maupun penguasaan teknologi.
Tinggalkan Komentar